Rabu, 17 Oktober 2018

Permainan Tradisional Lompat Karet

Permainan Lompat karet merupakan salah satu permainan tradisional yang sejak dulu menjadi salah satu aktifitas anak-anak.

Namun saat ini, permainan ini berangsur hilang dengan berjalannya waktu, tidak hanya lompat karet, ada berbagai jenis permainan tradisional yang tidak lagi akrab di kehidupan sehari-hari anak-anak.

Situasi ini, salah satunya karena anak-anak saat ini lebih akrab dengan gadget.

Kecanggihan teknologi saat ini, membawa anak-anak pada permainan yang digital, sehingga menjadi sulit untuk berbaur dengan sesamanya, dan lebih banyak menghabiskan waktu dengan telpon pintar yang menggunakan aplikasi-aplikasi games yang menarik.

Namun pemandangan menarik terlihat pada anak-anak yang ada di kampung Yakonde, ketika anak-anak berkumpul dan bermain Lompat Karet Bersama.

Saat ini mungkin permainan tradisional lebih akrab dengan anak-anak yang tinggal di kampung, karena kebanyakan anak-anak di daerah Kota lebih akrab dengan gadget.

Gadget tidak salah, anak-anak menggunakan gadget pun tidak salah, namun bukankah anak-anak kita perlu mengenal dan bersosialisasi dengan teman sebayanya..?!
Jadi mungkin akan lebih menarik jika gadget dan permainan tradisional seimbang bagi kehidupan anak-anak masa kini.

Pentingnya peran orang tua untuk memperkenalkan permainan-permainan tradisional kepada anak, agar anak-anak lebih saling berbagi dan berbaur dengan sesamanya. Sehingga anak-anak tidak hanya mengenal kehidupannya sendiri.

Biarkan anak-anak kita tumbuh, ceria dan akrab dengan sesama di lingkungannya.














Senin, 15 Oktober 2018

Training Gender Based Violence

Pentingnya program pencegahan Kekerasan Berbasis Gender bukan untuk membentuk perempuan memiliki posisi yang lebih tinggi dari laki-laki namun bagaimana agar menjadi setara dan tidak ada lagi kekerasan, karena disadari betul bahwa siapapun memiliki potensi untuk menjadi pelaku kekerasan baik laki-laki maupun perempuan.

Bagaimana memberi ruang refleksi kepada setiap kelompok masyarakat untuk melihat situasi Kekerasan Berbasis Gender yang begitu nampak namun sulit mendapat perhatian khusus. 

Fokus penanganan kekerasan berbasis gender pada masa sekarang, bukan lagi hanya pada perempuan sebagai korban, tetapi beralih pada hubungan kekuasaan antara gender laki-laki dan gender perempuan, yaitu hubungan yang tercipta dan dilanggengkan oleh stereotip atau pencitraan.

USAID-BERSAMA pada tahun 2017 telah menjadi bagian dari program penurunan kekerasan berbasis gender di Kabupaten Jayapura dan Kabupaten Jayawijaya, dan pada tanggal 9-12 oktober  bertempat di hotel front one Jayapura, melakukan pelatihan penyegaran Pencegahan Kekerasan Berbasis Gender,bagi seluruh LSM yang akan menjalankan program di tahap kedua yang rencananya akan di mulai pada bulan November mendatang.

Menghadirkan Mba Wulan, sebagai fasilitator dari Jakarta yang juga sebagai pakar isu KBG dan Ibu Lisa dari tim USAID-BERSAMA sebagai salah satu Penanggung Jawab program dan kegiatan yang berlangsung.

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk merefresh kembali tentang informasi serta isu-isu Kekerasan Berbasis Gender (KBG) yang masih dan terus nampak di kalangan masyarakat khsuusnya daerah kerja program.

Program ini bertujuan untuk membangun pemahaman perempuan tentang bagaimana menjadi perempuan yang berdaya tanpa kekerasan serta bagaimana melibatkan laki-laki dan semua pihak dalam isu ini, karena sampai saat ini masih banyak kasus-kasus kekerasan yang tidak mendapat perhatian. 

Berikut ini adalah daftara LSM yang akan terlibat dalam program USAID-BERSMA di tahun kedua program yaitu :

1. LEKAT
2. LBH APIK,
3. YHI Papua,
4. LP3AP
5. YTHP
6. YAYASAN HUMI INANE

Pada tahun pertama, dengan berbagai kegiatan yang dilakukan salah satunya dengan melakukan diskusi bersama pada 4 kelompok yaitu ayah, ibu, remaja putri dan putri serta dilakukan kegiatan 16HAKTP pada bulan desember.

Begitu banyak pencapaian serta perubahan yang dicapai, meski belum maksimal dan bahkan masih membutuhkan strategi khusus untuk melihat perubahan yang diharapkan, apalagi setiap daerah emmiliki tingkat kesulitan serta latar belakang masyarakat yang berbeda-beda.

Sehinga dalam kegiatan ini setiap mitra diajak untuk memahami kembali isu-isu Kekerasan Berbasis Gender serta penanganannya, kemudian diminta untuk merefleksikan apa saja pencapaian atau cerita sukses di tahun pertama program serta apa saja strategi yang akan di lakukan di tahun kedua program untuk mencapai hasil yang di harapkan, seperti kegiatan-kegiatan dan mampu mewujudkan satu perubahan yang besar di setiap daerah yang menjadi target program.

Kelompok peduli KBG juga menjadi sangat penting, sehingga pada diskusi bersama, muncul ide-ide dari LSM yaitu dengan membentuk kelompok peduli serta champion-champion yang akan dilibatkan dalam program, yang bertujuan untuk menjadi perpanjangan informasi dan sebagai penggerak perubahan serta menjadi fasilitator pada kegiatan-kegiatan diskusi.

Jurnalis Warga juga menjadi ide yang muncul, yaitu bagaimana melibatkan champion-champion dalam mendokumentasikan dan menulis berita tentang kejadian-kejadian yang ada di kampung.

Disadari betul bahwa LSM tidak adapat berjalan sendiri, sehingga sejak berjalannya program LSM telah menggandeng pemerintah dalam menjalankan program yaitu Dinas Pemberdayaan dan Perlindungan Anak serta Stakeholder yang ada di daerah masing-masing.

Diharapkan dengan adanya program ini, mampu memberi perubahan ke arah yang lebih baik, sehingga tidak ada laki ketidakadilan dan ketidaksetaraan baik pada laki-laki maupun perempuan.












Rabu, 10 Oktober 2018

International Day Of The Girl


Perkawinan anak menjadi salah satu persoalan yang menghambat anak perempuan mencapai
potensi tertingginya. Berdasarkan data tahun 2016, di Indonesia secara umum, tercatat ada 1
dari 9 anak perempuan menikah di bawah usia 18 tahun. Perkawinan anak berdampak pada
partisipasi pendidikan yang rendah dimana dengan menikah di bawah 18 tahun berarti mereka
tidak menyelesaikan pendidikan tingkat SMA. Selain itu pernikahan usia anak membuat anak
perempuan semakin rentan terhadap kekerasan rumah tangga dan mempengaruhi kesehatan
mereka selama kehamilan dan proses melahirkan.
Untuk itu, dalam rangka memperingati hari anak perempuan internasional yang
diperingati setiap tanggal 11 Oktober, USAID Bersama akan melakukan kampanye melalui media
sosial yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang fenomena perkawinan
anak dan upaya pencegahannya, mendorong anak-anak perempuan untuk berani bermimpi besar meraih cita-cita sebelum memutuskan untuk menikah.

Melalui kampanye ini diharapkan
pesan-pesan salah satu bentuk kekerasan berbasis gender yaitu perkawinan anak dapat dicegah
dan meningkatkan kesadaran kritis masyarakat dan terutama anak-anak muda Papua sebagai
generasi penerus di masa mendatang.

Melalui sosial media, mari kita kampanyekan #stopperkawinanank #endGBV

Teman2 boleh membuat versi teman2, atau bahasa teman2, dan jangan lupa hashtag #stopperkawinananak #endGBV

Ajaklah teman2 sebanyak mungkin, dan yang menggunakan IG bisa follow dan tag Ulin Epa @UlinEpa .

Mari kita menjadi bagian dari Perubahan...👍🏼🙏
 

Kamis, 04 Oktober 2018

Tapal Batas Indonesia - Kampung Scofro

Sebagian besar wilayah perbatasan di Indonesia masih merupakan daerah tertinggal dengan sarana dan prasarana sosial dan ekonomi yang masih sangat terbatas. Pandangan di masa lalu bahwa daerah perbatasan merupakan wilayah yang perlu diawasi secara ketat karena merupakan daerah yang rawan keamanan telah menjadikan paradigma pembangunan perbatasan lebih mengutamakan pada pendekatan keamanan dari pada kesejahteraan. Hal ini menyebabkan wilayah perbatasan di beberapa daerah menjadi tidak tersentuh oleh dinamika pembangunan. telegraf.co.id

Paragraf di atas seolah menggambarkan situasi yang ada di Kampung Scofro, menempuh perjalanan cukup panjang saat itu, dengan kondisi jalan yang  masih kurang bersahabat untuk menyalurkan bantuan dari Yayasan Harapan Ibu Papua, melalui gereja yang ada disana.

Disambut ramah oleh masyarakat dan jemaat, kemudian melihat lebih dekat potret kampung scofro. 

Begitu banyak hal menarik, namun satu catatan yang menjadi perhatian, ketika melihat anak-anak yang lahir dan tumbuh disana dengan fasilitas yang serba terbatas,dan bahkan banyak anak-anak INDONESIA yang lebih paham dengan Bahasa Negri Tetangga daripada bahasa Indonesia, dan kami bahkan kesulitan berkomunikasi dengan mereka, hanya dengan beberapa yang bisa menggunakan dua bahasa.

Sejenak membayangkan, apakah benar pemerintah terlalu fokus pada begitu ketatnya pengamanan, dan lupa pada pembangunan sarana-prasarana, agar mempermudah akses masyarakat yang hidup di daerah perbatasan.

Apresiasi kepada mereka yang mau mengabdi disana, sebagai guru dan sebagai petugas kesehatan dengan situasi dan kondisi seperti ini. 

Pemandangan sepanjang jalan, mendekati kampung Scofro, bendera Merah Putih berkibar, pertanda bahwa mereka adalah milik INDONESIA. 

Mereka ada disana, mereka adalah bagian dari Indonesia, mereka patut mendapatkan pendidikan dan menikmati fasilitas yang sama dengan anak-anak Indonesia lainnya. 



Scofro adalah salah satu kampung yang berada di Kecamatan Arso Timur, Kabupaten Keerom, Jayapura - Papua.


Scofro, September 2017